1. Pendahuluan
Wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia menghadapi tantangan berlapis dalam pembangunan kesehatan. Masalah klasik seperti keterbatasan tenaga kesehatan, fasilitas layanan dasar yang minim, kesenjangan pembiayaan, hingga hambatan sosial budaya masih kuat membentuk kesenjangan derajat kesehatan dibanding wilayah non-3T. Di saat yang sama, agenda nasional menuntut perluasan cakupan layanan kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit menular dan tidak menular, serta penguatan ketahanan sistem kesehatan sampai ke level desa dan komunitas adat.
Berdasarkan 20 artikel dalam basis data yang Anda sediakan, kajian ini mencoba menyintesis pola tantangan utama pembangunan kesehatan di wilayah 3T dan sejenisnya (wilayah perbatasan, pedalaman, kepulauan, desa terisolir), serta mengidentifikasi jenis intervensi dan inovasi yang telah dicoba. Sintesis awal dilakukan terhadap 10 artikel yang paling dekat dengan tema 3T, kemudian diperluas dengan 10 artikel lain yang mengulas aspek pendukung seperti pendidikan kesehatan, komunikasi risiko, dan program kebijakan yang relevan.
...
3.6. Sintesis Tematik dan Celah Penelitian
Jika dirangkum, 20 artikel ini menonjolkan beberapa tema besar tantangan pembangunan kesehatan di 3T:
Kapasitas sistem kesehatan primer: kekurangan dan ketimpangan SDM kesehatan di puskesmas, keterbatasan fasilitas, dan lemahnya surveilans di wilayah pinggiran (Attriani, 2022; Ikhtiyaruddin, 2023; Anitia, 2023).
Determinasi sosial-budaya: kemiskinan, norma adat, serta peran gender yang mempengaruhi status gizi, stunting, dan akses layanan kesehatan (Mukaddas, 2021; Triratnawati, 2023; Qadri, 2023).
Tata kelola dan regulasi: kesenjangan antara desain kebijakan afirmatif untuk 3T dengan implementasi di lapangan, termasuk isu limbah medis dan pemanfaatan dana publik (Nurliani, 2024; Andromeda, 2025; Hanan, 2024).
Inovasi teknologi dan pendidikan: potensi telemedicine, pembelajaran daring, dan teknologi sederhana di sekolah untuk memperkuat literasi kesehatan, yang belum sepenuhnya inklusif bagi wilayah 3T (Yuni, 2020; Syahir, 2024; Noviyanti, 2024).
Pemberdayaan komunitas: kekuatan kader lokal, santri, komunitas adat, dan tokoh agama sebagai ujung tombak perubahan perilaku dan pengorganisasian desa sehat (Sya’ban, 2022; Nayoan, 2024; Nuriannisa, 2022; Ambarsari, 2022; Qadri, 2023).
Celah penelitian yang masih tampak antara lain:
Minimnya studi kuantitatif komparatif yang langsung membandingkan indikator kesehatan antara daerah 3T dan non-3T dengan kontrol faktor sosial ekonomi.
Terbatasnya evaluasi jangka panjang terhadap intervensi pemberdayaan komunitas, desa sehat, dan inovasi kebidanan di 3T (banyak studi masih deskriptif dan berbasis studi kasus kecil).
Kebutuhan akan riset tentang integrasi sistem informasi kesehatan dan telemedicine yang benar-benar dirancang untuk kondisi konektivitas rendah di wilayah terpencil.