1.1 Latar Belakang
Permasalahan persampahan di Indonesia merupakan salah satu isu lingkungan dan tata kelola perkotaan yang semakin kompleks. Peningkatan jumlah penduduk, urbanisasi yang pesat, dan perubahan pola konsumsi telah menyebabkan timbulan sampah nasional mencapai lebih dari 65 juta ton per tahun. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan tekanan terhadap kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA), tetapi juga menciptakan konsekuensi sosial, ekonomi, dan ekologis yang serius seperti pencemaran tanah dan air, emisi gas rumah kaca, gangguan kesehatan masyarakat, serta penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pemerintah Indonesia telah merespons tantangan tersebut melalui berbagai regulasi dan program strategis, termasuk penerapan pendekatan Reduce, Reuse, Recycle (3R) dan pembangunan fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). TPS3R hadir bukan sekadar sebagai fasilitas teknis pengolahan sampah, tetapi sebagai instrumen pemberdayaan komunitas yang menempatkan pemilahan di sumber, partisipasi masyarakat, dan optimalisasi nilai ekonomi sampah sebagai elemen utama dalam sistem pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Pendekatan ini sekaligus mendukung paradigma ekonomi sirkular, di mana sampah dipandang bukan sebagai limbah semata, tetapi sebagai sumber daya potensial yang dapat diolah kembali menjadi produk bernilai tambah.
Namun, keberhasilan implementasi TPS3R sangat dipengaruhi oleh dukungan kelembagaan dan pendanaan yang memadai. Di sinilah peran kebijakan transfer ke daerah menjadi krusial. Instrumen transfer fiskal dari pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH), memiliki peran strategis dalam meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah daerah, menyediakan infrastruktur dasar pengelolaan sampah, dan memperkuat kelembagaan pengelola TPS3R. Optimalisasi desain transfer ke daerah tidak hanya menentukan keberlanjutan fasilitas TPS3R, tetapi juga memengaruhi efektivitas sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan.
Sejauh ini, sebagian besar penelitian tentang pengelolaan sampah di Indonesia lebih banyak berfokus pada aspek teknis atau sosial, sementara dimensi kebijakan fiskal —khususnya hubungan antara transfer ke daerah dan efektivitas pengelolaan TPS3R— masih relatif kurang dieksplorasi secara mendalam. Padahal, desain transfer fiskal yang tepat dapat menjadi instrumen kebijakan yang kuat untuk mempercepat transformasi pengelolaan sampah berbasis komunitas. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian literatur sistematis yang memetakan temuan-temuan akademik terkait TPS3R dan mengaitkannya dengan kerangka kebijakan transfer ke daerah sebagai variabel pengungkit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana temuan-temuan literatur terkini terkait sistem pengelolaan sampah berbasis TPS3R di Indonesia dan dunia?
Bagaimana peran kebijakan transfer ke daerah dalam mendukung keberhasilan implementasi TPS3R dari aspek teknis, kelembagaan, sosial, dan ekonomi?
Apa saja tantangan, kesenjangan pengetahuan, serta peluang penguatan kebijakan fiskal untuk mendorong pengelolaan sampah berbasis komunitas yang berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
Melakukan kajian literatur sistematis mengenai pengelolaan sampah berbasis TPS3R dan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilannya.
Mengidentifikasi peran dan potensi kebijakan transfer ke daerah dalam mendukung pengelolaan sampah daerah melalui pendekatan TPS3R.
Menyintesis temuan-temuan literatur untuk merumuskan implikasi kebijakan dan agenda penelitian lanjutan yang relevan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Secara akademik, memperkaya khazanah keilmuan di bidang pengelolaan sampah dan kebijakan fiskal daerah melalui integrasi perspektif teknis, kelembagaan, sosial, dan ekonomi.
Secara praktis, memberikan masukan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam merancang strategi transfer fiskal yang lebih efektif untuk mendukung pengelolaan sampah berbasis komunitas.
Secara kebijakan, menjadi dasar perumusan rekomendasi kebijakan publik yang lebih responsif, berkelanjutan, dan berbasis bukti ilmiah dalam sektor persampahan.