Trending

Analisis SWOT Reverse logistics Untuk Mendukung Ekonomi Sirkuler di Indonesia

Oleh : Wahyu Widjayanto

Abstraksi

Darurat sampah di berbagai wilayah Indonesia menuntut pendekatan strategis berbasis ekonomi sirkular. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor SWOT dari penerapan reverse logistics dalam pengelolaan persampahan di Indonesia. Menggunakan metode Systematic literature review (SLR), penelitian ini menelaah literatur akademik lima tahun terakhir yang relevan dengan tema persampahan, reverse logistics, dan circular economy. Data dikumpulkan dari berbagai jurnal akses terbuka bereputasi. Hasil penelitian menemukan bahwa penerapan reverse logistics memiliki potensi kuat dalam efisiensi pengelolaan limbah, namun masih dihadapkan pada kendala institusional, infrastruktur, dan partisipasi publik. Penelitian ini memberikan kerangka konseptual dan praktis untuk mendukung perumusan kebijakan pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan melalui integrasi logistik terbalik.

Kata kunci: Reverse Logistics, Ekonomi Sirkular, SWOT Analysis, Pengelolaan Sampah, Kebijakan Publik, Indonesia.

Pendahuluan

Permasalahan persampahan di Indonesia saat ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, bahkan dapat dikatakan sebagai kondisi darurat di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan praktik ekonomi masih menggunakan ekonomi linear dimana hanya fokus pada produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan. Produsen selaku pelaku ekonomi di sektor hulu hanya fokus mengoptimalkan profit dalam menghasilkan nilai tambah terbaik dan rantai pasok terefisien atas produk yang disampaikan ke konsumen. Konsumen juga hanya fokus kepada perilaku ambil-konsumsi-buang. Perilaku produsen dan konsumen ini tentunya menjadi faktor penentu semakin meningkatnya timbunan sampah di TPS3R atau TPA.

UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga tentang pengelolaan sampah sebenarnya sudah mengatur secara tegas peran dari para produsen, konsumen, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah. Selain itu jika kita juga merujuk pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka masih terdapat kesenjangan antara regulasi yang ada dengan implementasinya di lapangan (Quraisy, 2025).

Berdasarkan data SIPSN dapat kita ketahui bahwa dari tahun 2018 hingga 2024 terdapat 4 jenis sampah yang paling dominan adalah sisa makanan sebesar 38,68%, plastik sebesar 19,58%, ranting/kayu sebesar 13,1%, dan kertas 11,12%. Sedangkan berdasarkan sumber sampah maka rumah tangga menjadi sumber sampah terbesar yaitu di kisaran 49,32% sedangkan lainnya dari sumber sampah di pasar, perniagaan, kawasan, perkantoran, fasilitas publik dan lainnya. Data di SIPSN lebih rendah dari data yang ada di lapangan karena hanya meliputi 318 kabupaten/kota dan sampah plastik hanya di kisaran 19,58%.

Realitanya, INEP PBB pernah menyatakan bahwa Indonesia adalah penyumbang sampah plastik terbesar ke dunia. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia, yang sebagian besar berasal dari rumah tangga dan sektor industri kecil menengah (Farida, Siswanto, & Vanany, 2024). Hal ini juga dipertegas oleh Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova mengungkapkan bahwa plastik sekali pakai menjadi penyumbang terbesar jumlah sampah di Indonesia dan secara global produk plastik 60% diantaranya adalah produk plastik sekali pakai (detiknews, 2025).

Ketidakefisienan dalam pengelolaan sampah tersebut tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memunculkan berbagai persoalan sosial dan kesehatan masyarakat. Sampah yang tidak terkelola dengan baik akan berkontribusi terhadap pencemaran tanah dan air serta meningkatkan risiko banjir di wilayah padat penduduk (Ramadhany et al., 2023). Sementara itu, sistem rantai pasok pengelolaan sampah di berbagai kota besar masih didominasi oleh pola linear yang tidak memperhatikan siklus hidup produk secara menyeluruh. Realitas ini menjadi dasar urgensi untuk mencari pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan persampahan.

Berbagai studi telah mengemukakan bahwa strategi 3R (reduce, reuse, recycle) adalah solusi kunci dalam mengurangi timbulan sampah dan mendukung terciptanya ekonomi sirkular, namun pada kenyataannya implementasi strategi ini di Indonesia masih jauh dari optimal (Scrioșteanu & Criveanu, 2023). Konsep ekonomi sirkular mendorong agar limbah tidak dipandang sebagai beban, melainkan sebagai sumber daya potensial yang dapat dikembalikan ke dalam siklus produksi. Dalam konteks ini, reverse logistics atau logistik terbalik merupakan elemen strategis yang memungkinkan produk atau material yang telah terpakai untuk dikumpulkan kembali dan diproses ulang menjadi produk baru atau bahan baku (Solomatina, 2025). Namun, literatur yang ada belum banyak mengupas secara spesifik bagaimana sistem reverse logistics dapat diterapkan secara komprehensif dalam pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan teoritik dan praktis dalam pengembangan kebijakan berbasis ekonomi sirkular, yang menuntut kajian lebih mendalam tentang peran logistik terbalik dalam sistem pengelolaan sampah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) dari penerapan reverse logistics dalam sistem pengelolaan persampahan di Indonesia. Fokus kajian diarahkan pada sejauh mana kekuatan internal dan peluang eksternal dapat dioptimalkan untuk mendukung keberhasilan implementasi reverse logistics, serta bagaimana kelemahan dan ancaman yang ada dapat diminimalkan. Penelitian ini juga berupaya menggali potensi integrasi antara reverse logistics dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkular dalam upaya mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan dan efisien. Selain itu, kajian ini menelaah aspek rantai pasok terbalik sebagai bagian dari solusi pengurangan volume sampah dan pemanfaatan kembali limbah yang masih memiliki nilai guna. Dengan mengkaji dinamika tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritik dan praktis dalam pengembangan model kebijakan pengelolaan sampah berbasis circular economy di Indonesia, serta menjadi referensi dalam pengambilan keputusan strategis oleh pemangku kepentingan terkait.

Urgensi dari penelitian ini tidak terlepas dari realitas bahwa permasalahan sampah yang semakin kompleks membutuhkan pendekatan multidisipliner dan berbasis sistem. Meskipun upaya pengurangan dan daur ulang sampah telah dilakukan melalui berbagai program pemerintah dan inisiatif masyarakat, namun efektivitasnya masih terbatas karena belum ditopang oleh sistem logistik terbalik yang terintegrasi dengan baik (Daramola et al., 2025). Penelitian ini penting dilakukan untuk menjawab kebutuhan akan model manajemen persampahan yang tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dan adaptif terhadap dinamika lingkungan serta perkembangan ekonomi sirkular. Di samping itu, hasil dari analisis SWOT terhadap penerapan reverse logistics diharapkan dapat memberikan peta jalan (roadmap) bagi pemerintah daerah dan pelaku industri dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih efisien dan berkelanjutan (Aguirre Rodríguez et al., 2024). Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat ditemukan landasan empiris dan teoritik yang kuat untuk mendorong transformasi kebijakan persampahan dari pendekatan linear menuju pendekatan sirkular.

....



Kesimpulan

Temuan paling menarik dari penelitian ini adalah realitas mengenai reverse logistics memiliki potensi luar biasa untuk menyelesaikan persoalan darurat sampah di Indonesia, namun implementasinya justru tersandung pada faktor-faktor yang selama ini dianggap bukan hambatan utama—yakni rendahnya koordinasi antar lembaga dan keterbatasan kesadaran kolektif masyarakat. Secara tak terduga, aspek yang justru paling menjanjikan—seperti dukungan kebijakan ekonomi sirkular dan adopsi teknologi digital—masih belum sepenuhnya dijadikan tumpuan dalam desain sistem logistik balik. Dengan pendekatan SWOT yang digunakan, penelitian ini berhasil memetakan kekuatan tersembunyi dan peluang yang selama ini kurang diperhatikan, sembari secara obyektif mengungkap kelemahan sistemik dan ancaman institusional yang berakar pada struktur birokrasi dan pola konsumsi linier masyarakat. Temuan ini menegaskan bahwa pendekatan reverse logistics tidak cukup hanya diupayakan secara teknis, melainkan harus menjadi bagian dari transformasi strategis yang melibatkan seluruh aktor dalam ekosistem pengelolaan sampah. Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan baik secara teoritis maupun praktis terhadap pengembangan keilmuan dalam bidang kebijakan publik dan manajemen lingkungan. Secara teoritis, penelitian ini memperkaya literatur mengenai integrasi reverse logistics dalam sistem ekonomi sirkular, khususnya dengan pendekatan SWOT yang memungkinkan pembacaan sistematis terhadap faktor-faktor kunci keberhasilan dan kegagalan penerapan kebijakan. Sementara secara praktis, penelitian ini menyajikan kerangka evaluasi yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan, praktisi lingkungan, dan pelaku industri untuk mengidentifikasi intervensi strategis dalam reformasi sistem pengelolaan sampah. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berfungsi sebagai telaah akademik, tetapi juga sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam pembangunan sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan, adaptif, dan responsif terhadap tantangan lingkungan masa kini. Meskipun penelitian ini berhasil menggali berbagai temuan penting, terdapat keterbatasan yang patut dicatat, terutama dalam konteks keterbatasan data empiris primer karena penelitian ini berbasis Systematic literature review (SLR). Keterbatasan ini bukanlah kelemahan, melainkan refleksi dari fokus metodologis yang sengaja dipilih untuk memastikan keketatan analisis secara konseptual dan teoritis. Oleh karena itu, penelitian lanjutan disarankan untuk mengadopsi pendekatan kombinasi antara SLR dan studi lapangan secara langsung, sehingga dapat menggali perspektif empiris dari para pemangku kepentingan dan pelaku reverse logistics di lapangan. Selain itu, peluang pengembangan lain juga dapat diarahkan pada eksplorasi lebih dalam terhadap peran teknologi digital dan pembiayaan hijau dalam memperkuat sistem logistik terbalik. Dengan demikian, penelitian selanjutnya diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang lebih aplikatif dan kontekstual sesuai dinamika daerah di Indonesia.


Posting Komentar