Oleh: Atika Yuliastuti
Latar Belakang
Pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD sebagai pengganti UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. UU HKPD didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan pemerataan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, UU HKPD ini membawa empat pilar utama, yaitu: 1) ketimpangan verikal dan horisontal yang menurun, 2) penguatan lokal taxing power, 3) peningkatan kualitas belanja daerah, dan 4) harmonisasi belanja pusat dan daerah. Diharapkan redesain pengelolaan TKD dapat mengurangi ketimpangan dan mendorong perbaikan kualitas belanja yang efektif dan efisien melalui TKD berbasis kinerja. TKD terdiri atas DBH, DAU, DAK, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan, dan Dana Desa.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. DAK terdiri atas: 1) DAK fisik, yang digunakan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik daerah; 2) DAK nonfisik, yang digunakan untuk mendukung operasionalisasi layanan public daerah; 3) Hibah kepada daerah, yang digunakan untuk mendukung pembangunan fisik dan/atau layanan publik di daerah tertentu yang didasarkan pada perjanjian antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Sesuai dengan amanat Pasal 139 UU HKPD, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah. Sejalan dengan penyesuaian regulasi pengelolaan DAK Fisik berdasarkan PP Nomor 37 Tahun 2023 dan perbaikan proses bisnis DAK Fisik, telah diterbitkan juga PMK Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pengelolaan DAK Fisik. Seiring dengan adanya berbagai perubahan regulasi tersebut, muncul pertanyaan bagaimana implementasi dan dampak dari perubahan kebijakan tersebut terhadap pengelolaan DAK Fisik.
Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada DAK Fisik. Dalam penelitian ini akan dibahas implementasi kebijakan UU HKPD dan bagaimana dampak UU HKPD terhadap pengelolaan DAK Fisik, serta implementasi dan dampak terhadap peraturan turunannya yaitu PP Nomor 37 Tahun 2023 dan PMK Nomor 25 Tahun 2024 terhadap pengelolaan DAK Fisik.
Tujuan Karya Tulis
- Mengetahui bagaimana implementasi dan dampak kebijakan UU HKPD terhadap pengelolaan DAK Fisik
- Mengetahui bagaimana implementasi dan dampak kebijakan peraturan turunan UU HKPD (PP 37 Tahun 2023 dan PMK Nomor 25 Tahun 2024) terhadap pengelolaan DAK Fisik
Rumusan Masalah
- Bagaimana implementasi dan dampak kebijakan UU HKPD terhadap pengelolaan DAK Fisik?
- Bagaimana implementasi dan dampak kebijakan peraturan turunan UU HKPD (PP 37 Tahun 2023 dan PMK Nomor 25 Tahun 2024) terhadap pengelolaan DAK Fisik?
Tinjauan Literatur
Perbandingan kondisi sebelum dan sesudah UU HKPD
Tabel Perbandingan Kondisi Sebelum dan Sesudah UU HKPD
Kondisi Sebelum UU HKPD |
UU
HKPD |
Tujuan |
-
DAK
seharusnya menjadi skema penunjang, namun sering menjadi sumber utama belanja
modal. -
Sebagian
besar DAK Fisik reguler untuk kegiatan rutin (pemenuhan SPM), yang idealnya
dipenuhi melalui DAU. -
Belum
terintegrasi/kurang bersinergi dengan belanja lainnya, seperti DAK Non Fisik,
Hibah Daerah, Dekon/TP, atau pendanaan lain dari pinjaman/hibah LN |
- Jenis
DAK: menggabungkan hibah
daerah ke dalam DAK (DAK Fisik, DAK Nonfisik, dan Hibah Daerah. - Prinsip: DAK difokuskan pada
penugasan untuk mencapai prioritas nasional yang menjadi urusan daerah dan
kebijakan pemerintah lainnya - Pengalokasian: a. Dialokasikan
untuk mencapai target kinerja dan dianggarkan secara tahunan b. Pengalihan
pendanaan/belanja K/L menjadi DAK bagi daerah yang telah berkinerja baik
dalam mengelola APBD c. Tidak
ada kewajiban dana pendamping 10% |
- Peningkatan
sinergi dan efisisensi belanja (pusat dan daerah). - Pengejaran
ketertinggalan layanan di kawasan tertinggal karena DAK lebih focus. - Keselarasan
output-outcome antara pusat dan daerah. - Penghapusan
kewajiban dana pendamping agar efisiensi belanja Daerah dan focus pada
belanja utama lainnya.
|
Tabel Pokok-Pokok Perubahan DAK Fisik
No |
Pokok-Pokok Perubahan DAK Fisik |
|
1. |
Perencanaan dan Penganggaran DAK Fisik |
Pengalihan belanja K/L
yang masih mendanai urusan Daerah menjadi DAK Fisik kepada Daerah yang
berkinerja baik dalam pengelolaan APBD. |
2. |
Sinergi
DAK Fisik dengan Pendanaan Lainnya |
Menambah pengaturan terkait sinergi DAK
Fisik dengan pendanaan lainnya (TKD lainnya, Belanja K/L, Pembiayaan Utang
Daerah, dan KPBU) |
3. |
Pengalokasian DAK Fisik
|
Simplifikasi probis
penilaian DAK Fisik menjadi lebih ringkas dan efektif, sebelumnya ada 2
tahapan penilaian usulan pemerintah daerah menjadi 1 tahapan penilaian
(searah rekomendasi KPK) |
4. |
Penyaluran
DAK Fisik
|
Peningkatan efisiensi dan efektivitas
penyaluran berupa penyesuaian basis nilai penyaluran bertahap dari sebelumnya
berdasarkan pagu menjadi berdasarkan Rencana Kegiatan (RK). |
5. |
Penggunaan Sisa DAK Fisik di RKUD
|
-
Simplifikasi pelaporan dan probis
penggunaan sisa DAK fisik di RKUD oleh pemerintah daerah dalam OMSPAN -
Pemutakhiran data sisa DAK Fisik di
RKUD, rekonsiliasi dapat dilakukan oleh KPPN dengan Pemerintah Daerah. -
Menambah pengaturan terkait sinergi
DAK Fisik dengan pendanaan lainnya (TKD lainnya, Belanja K/L, Pembiayaan
Utang Daerah, dan KPBU) |
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data sekunder meliputi dokumen serta peraturan perundang-undangan. Dengan tahapan:
- Melakukan pengumpulan data
- Hasil pengumpulan data kemudian direduksi sesuai dengan kebutuhan
- Analisa data dan selanjutnya disajikan dalam bentuk table dan grafik maupun narasi
- Penarikan kesimpulan
Metode ini digunakan karena minimnya waktu yang digunakan dalam penelitian ini dan masih singkatnya masa implementasi kebijakan UU HKPD serta peraturan turunannya.
- Belum ada implementasi pengalihan belanja K/L yang masih mendanai urusan Daerah menjadi DAK Fisik kepada Daerah yang berkinerja baik dalam pengelolaan APBD. Sebaliknya, dalam pembahasan alokasi DAK Fisik TA 2025 akan ada pengalihan belanja dari DAK Fisik ke K/L. Pagu DAK Fisik mengalami penurunan sebesar 30,9%, bidang Pendidikan mengalami penurunan terbesar dari pagu TA 2024 sebesar Rp15,8 triliun turun 87,3% menjadi Rp2 triliun. Hal ini dikarenakan kegiatan pembangunan/rehabilitasi sekolah dialihkan pendanaannya melalui belanja Kementerian PUPR. Dengan berkurangnya alokasi DAK Fisik Bidang Pendidikan sebesar 87,3% maka akan mengurangi belanja infrastruktur di Daerah, sehingga Daerah perlu mencari alternative sumber pembiayaan untuk memenuhi mandatory spending infrastruktur pelayanan publik paling rendah 40%.
- DJPK dan DJA telah melakukan sinkronisasi perencanaan penganggaran belanja K/L dan DAK Fisik supaya tidak ada belanja yang tumpang tindih. Sinkronisasi ini rutin dibahas dan dituangkan dalam IKU bersama “Tingkat sinkronisasi perencanaan penganggaran belanja Pemerintah Pusat dan TKD”. Sampai dengan triwulan II Tahun 2024, DJPK dan DJA telah menetapkan Berita Acara Kesepakatan Sinkronisasi Perencanaan Penganggaran Belanja Pemerintah Pusat dengan Transfer ke Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan, Jalan, Air Minum, Sanitasi, dan Irigasi.
- Nomenklatur DAK Reguler dan DAK Penugasan sudah tidak terdapat dalam Rincian Perpres APBN Tahun 2023 dan 2024. Hanya terdapat nomenklatur DAK Fisik yang berdiri sendiri/tidak mendukung tematik dan DAK Fisik yang mendukung tematik. Sesuai dengan UU HKPD bahwa DAK difokuskan pada penugasan untuk mencapai prioritas nasional yang menjadi urusan daerah dan kebijakan pemerintah lainnya, sehingga karakteristik semua DAK Fisik adalah “DAK Penugasan”. Perubahan nomenklatur dan karakteristik ini tidak berpengaruh signifikan terhadap besaran alokasi DAK Fisik Tahun 2023 dan 2024.
- Penilaian DAK Fisik TA 2025 sudah diimplementasikan sesuai dengan PMK Nomor 25 Tahun 2024, yaitu terdapat simplifikasi probis penilaian DAK Fisik menjadi lebih ringkas dan efektif. Sebelumnya terdapat 2 (dua) tahapan penilaian urusan pemerintah daerah menjadi 1 (satu) tahapan penilaian, hal ini menjadi lebih mempersingkat tahapan proses pengalokasian.
- Penyaluran DAK Fisik TA 2025 sudah diimplementasikan sesuai dengan PMK Nomor 25 Tahun 2024, yaitu untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas penyaluran berupa penyesuaian basis nilai penyaluran bertahap dari sebelumnya berdasarkan pagu menjadi berdasarkan Rencana Kegiatan (RK) untuk meminimalisir potensi sisa DAK Fisik di RKUD.
- Apabila disimulasikan menggunakan basis penyaluran RK, maka estimasi rata-rata Sisa DAK di RKUD selama 5 (lima) tahun terakhir adalah sebesar Rp1,19 triliun atau 1,9% dari alokasi DAK Fisik. Terdapat estimasi penurunan sisa DAK Fisik dari Rp1,95 triliun menjadi Rp1,19 triliun atau sebesar 758,2 miliar apabila menggunakan basis penyaluran RK.
- Namun di sisi lain apabila dasar penyaluran adalah nilai Rencana Kegiatan (RK), maka nilai yang tidak tersalurkan di APBN akan semakin besar. Hal ini dapat mengakibatkan kinerja DAK Fisik dari sudut pandang Pemerintah Pusat menurun. Terutama apabila gap antara pagu dan alokasi RKnya semakin besar.
- Apabila disimulasikan menggunakan basis penyaluran RK, maka estimasi rata-rata penyaluran DAK Fisik selama 5 (lima) tahun terakhir turun 1,2%, dari 91,9% menjadi sebesar 90,7%.
- Terdapat perubahan pengaturan penggunaan sisa DAK Fisik yang lebih fleksibel dengan harapan bahwa Pemda dapat segera memanfaatkan sisa DAK Fisik yg ada di RKUD sesuai dengan kebutuhan daerah.